Degh!
Tanganku gemetar memegang smartphone milik suami.
Membaca history salah satu pesan di smartphone itu. Pesan dari nomor yang tak tersimpan di kontak. Dari rentetan pesan itu kutahu pengirim pesan adalah laki-laki, karena suamiku memanggilnya 'Pak'.
Seharusnya bukan hal yang perlu dikhawatirkan bukan? Yah memang, tapi membaca salah satu pesan yang memunculkan nama seorang wanita membuat hatiku seketika bergemuruh. Seorang wanita dari masa lalu suamiku. Wanita yang pernah mengisi hati laki-laki yang kini hidup bersamaku.
"Apa Tari udah nikah, Pak?"
Begitu salah satu bagian pesan yang dikirim oleh suamiku. Dan ini sudah kali ke dua. Dulu pernah kumenemukan pesan yang sama. Pikirku suamiku hanya ingin tahu kabar wanita itu saja. Tapi untuk kali ini pikiranku berubah.
Tes!
Genangan air mata yang entah sejak kapan muncul turun perlahan. Hatiku bukan hanya lagi bergemuruh, tapi sakit....
Berbagai pikiran bertebaran. Apa suamiku masih mencintai wanita yang dulu telah mencampakkannya itu? Apakah dia akan kembali pada wanita itu? Ya, Allah....
***
Hari berlalu, aku masih menyimpan segala rasa yang berkecamuk.
Ingin menanyakan tentang kebenaran di balik pesan itu, tapi aku takut, pasti dia menganggapku kekanakan lagi seperti saat dulu kumerajuk karena dia akrab dengan salah satu temanku.
Tidak ada gelagat aneh dari suamiku juga. Kupasrahkan segala sesuatu kepada Sang Pemilik Hidup. Mencoba berfikir positif tentang suamiku. Wanita itu memang pernah menghiasi hati suamiku selama hampir lima tahun, begitulah cerita yang kudengar, tapi sekarang akulah yang memiliki hatinya, akulah wanita yang mendampingi hidupnya, dan akulah wanita yang kini menjadi ibu dari anaknya.
Hafiizh sudah tidur, suamikupun sudah memejamkan mata. Kumengambil HP dan berselancar ke facebook. Membaca beberapa pemberitahuan. Aku terpaku pada sebuah notif yang tentang seseorang yang menyukai komentarku, membuka link itu dan membacanya. Ada sebuah komentar dengan akunku. aku bingung merasa tak menulisnya, dari segi bahasanya aku bisa menebak itu... tulisan suamiku. Memang dari tadi aplikasi facebook ngga kumatikan.
"Pacran dulu lebih bagus, jadi tau sifat pasangan, biar ngga nyesel kalau dah nikah"
Degh!
Lagi, dadaku bergemuruh.
Mencerna arti dari komentar itu. Kami memang menikah tanpa pacaran, dekatpun tidak. Aku memang sudah berprinsip tidak akan pacaran. Entah karena sudah jodoh atau gimana, kami mantab melangkahkan kaki ke jenjang pernikahan.
Lalu apa maksud kalimat yang aku yakini suamiku yang menulisnya?
Mengaitkan dengan pesan yang kemarin sempat membuat hatiku terluka. Dugaan-dugaan negatif berkelebatan lagi. Ingat bahwa sebelum menikah denganku, saat itu dia baru saja ditinggalkan wanita itu. Apa jangan-jangan suamiku hanya menjadikanku pelariannya saja? Hingga kini suamiku menyesal menikahiku? Dan... berniat kembali kepada wanita masa lalu yang hingga kini belum bersuami itu?
Lalu... meninggalkanku?
Ya, Allah. Memikirkannya hanya hatiku sangat sakit, beriringan dengan air mata yang terus mengalir.
Kuakui memang banyak sekali sifat burukku, ceroboh, tidak rapi, dan pemalas. Mungkin suamiku sudah muak dengan sifatku itu dan... ah, aku takut... takut jika bayang-bayang tadi benar terjadi.
Ba'da shubuh aku memantapkan hati untuk meluapkan kegusaranku. Entah bagaimana nanti tanggapan suamiku. Walau aku akui sedikit takut jika dugaanku benar. Abi sedang menonton TV.
"Abi..." panggilku.
"Iya..."
"Abi tadi malem komentar di facebookku ya?" tanyaku hati-hati.
"Iya..."
Degh! bener kan....
"Maksud abi apa komentar seperti itu..."
"Ya.. sekedar komentar aja..."
"Apa abi menyesal menikahi umi?"
"Nyesel kenapa?" jawab abi dengan mangalihkan pandangan ke arahku, pandangan lembut.
"Ya seperti komentar abi itu, karena kita ngga pacaran dulu dan tidak tau sifatku dulu jadi abi nyesel..." jelasku dengan menahan air mata yang sudah mendesak keluar dari tadi.
"Abi ngga pernah nyesel kok...."
"Tapi kenapa komentar abi seperti itu, jadi seakan mengisyaratkan kalau abi menyesal menikah dengan umi..." air mataku mulai berjatuhan.
Terlihat abi tersenyum.
"Terus kenapa abi juga sms menanyakan keadaan Tari....?" tanyaku lagi.
"Ah, hanya pengen tau kabarnya aja..."
Hanya katanya? napa ga jujur aja kalau masih peduli dengan wanita itu....
"Aku takut abi...." entah kenapa malah kalimat itu yang keluar bukan kalimat yang hinggap di pikiranku.
"Duh, umi ngga usah khawatir, abi ga bakal pindah ke lain hati..." tangan abi merengkuhku dalam pelukannya. Hangat. Menenangkan.
"Hiks.... Abi sayang sama umi ngga?"
Dengan mengelus pipiku abi menjawab,
"Kalau abi ngga sayang ga bakalan ada Rafly...."
"Tapi kenapa abi ngga pernah mengungkapkannya?"
"Walau abi ngga pernah mengungkapkannya, dari sikap abi selama ini kan umi bisa tahu sendiri...." jawabnya mantap, tanpa ada nada kebohongan.
Sebenarnya aku belum puas dengan jawabannya dan masih banyak pertanyaan menari di kepalaku, tapi entah kenapa aku ingin mempercayainya saja. Yah, memang abi hampir tidak pernah mengatakan kata-kata cinta, tapi sikapnya selama ini memang sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa abi menyayangiku.
Ah, segini aja sudah selesai, padahal hampir dua hari airmatku berkali-kali merembes memikirkan masalah ini.... tau gini sejak kemarin aku tanya langsung...
Quote:
- Saling percaya dan dapat dipercaya adalah salah satu kunci keutuhan sebuah hubungan
- Masalah sekecil apapun dengan pasangan anda komunikasikanlah, jangan terlarut dengan pemikiran-pemikiran negatif yang hanya akan merugikan diri kita sendiri.
- Ada sebagian orang suka mengungkapkan rasa cinta dengan mengatakannya berulang, tapi ada juga sebagian orang yang lebih suka menunjukkannya lewat tindakan... entah termasuk bagian mana pasangan anda, hargailah cara mereka mencintai anda. ^_^